"Bismillahirrahmanirrahim"

"Bismillahirrahmanirrahim"

Ibadah Sebagai Tupoksi Hidup

Manusia terdiri dari dua unsur pokok, yaitu jasad dan ruh. Dua unsur ini memiliki kecenderungan berbeda. Jasad bersifat kasar, rendah dan hina. Ia cenderung kepada pemenuhan keinginan-keinginan (nafsu). Ia membutuhkan makan, minum, pelampiasan syahwat, keindahan, pakaian, perhiasan-perhiasan dan kemasyhuran. Sedangkan ruh bersifat halus dan lembut, ia cenderung kepada hal-hal yang mulia. Ruh adalah unsur pertama dari manusia yang mengenal Allah Tuhannya dengan sebenar-benarnya pengenalan (Ma’rifat). Ketika ruh-ruh manusia selesai diciptakan, Allah SWT telah mengambil kesaksian dari mereka dengan firman-Nya: اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ؟ قَالُوْا بَلَ شَهِدْنَا   (Apakah aku ini tuhan kalian? Ruh-ruh menjawab: ‘Betul, kami bersaksi’). Inilah ikrar atau janji yang diucapkan manusia ketika di alam ruh yaitu bertauhid mengesakan Allah SWT.

Berjuta-juta tahun lamanya ruh-ruh itu bertasbih dan bertahmid memuji Allah SWT, hingga sampai waktunya ia dimasukkan ke dalam jasad calon bayi berumur 120 hari (4 bulan) di dalam kandungan, Ruh berinteraksi dengan jasad, sehingga telinga calon bayi sudah mulai mendengar perkataan-perkataan orang yang berada di luar, ia mendengar apa yang sering diucapkan ibunya, atau ayahnya yang membisikkan sesuatu diperut sang ibu.
Ketika dilahirkan ke dunia inilah awal ujian bagi manusia. Ujian itu ialah, apakah ia dapat mempertahankan ikrar yang telah diucapkannya ketika di alam ruh, yaitu mengesakan Allah SWT, hanya menyembah kepada-Nya. Rasulullah saw bersabda : “Kullu mauluudin yuuladu ‘alal fithrati fa abawaahu yuhawwidaanihi aw yunash-shiraanihi aw yumaj-jisanihi” (Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan bertauhid, maka orangtuannya yang menjadikannya Yahudi atau Nashrani atau Majusi) HR. Bukhari.
Dari hadis ini jelas dikatakan bahwa bayi yang baru dilahirkan itu dalam keadaan bertauhid kepada Allah, namun rasulullah juga mengingatkan kita bahwa tauhid itu bisa luntur bahkan hilang karena pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakat di mana dia tinggal. Sehingga manusia lupa dengan janjinya karena terserang virus cinta dunia, menurutkan syahwat, dan mengikuti bisikan setan.
Allah mengetahui bahwa manusia tidak akan sanggup menghadapi ujian hidup di dunia. Oleh karena itu, Allah SWT mengutus para rasulnya dan menurunkan kitab-kitab untuk mengajak dan membimbing manusia kembali ke fitrahnya yaitu bertauhid mengesakan Allah;
Oleh karena itu, setiap nabi dan rasul yang diutus oleh Allah selalu mempunyai misi utama yaitu mengajak manusia untuk mengesakan Allah atau bertauhid. Awwaluddini Ma’rifatullah (permulaan dari agama itu adalah mengenal allah).
Usaha untuk menyegarkan kembali akan janji kita di alam ruh inilah yang harus kita lalui dengan mendalami Ilmu Tauhid. Tauhid ialah mengesakan Allah secara mutlak baik mengenai zat, sifat, maupun af’al (perbuatan) Allah. Tauhid adalah pangkal iman. Dengan adanya iman akan baiklah semua amal dan dengan rusaknya iman akan menjadi rusak pulalah semua amal.
Ilmu Tauhid adalah ilmu yang paling mulia, karena satu-satunya ilmu yang dapat menyelamatkan diri seseorang dari kemurkaan Allah atau melepaskan diri seseorang dari azab yang kekal selama-lamanya di dalam neraka. “barangsiapa yang akhir hayatnya mengucap la ilaha illallah, masuk surga”
Oleh karena itu, mempelajari ilmu ini adalah fardhu ‘ain, wajib bagi setiap orang yang baligh dan berakal sehat, baik laki-laki maupun perempuan, sekurang-kurangnya dengan dalil yang bersifat global, dan kalau dapat dengan dalil yang bersifat rinci.
Orang yang bertauhid berarti orang yang mempunyai pegangan yang teguh, yaitu berpegang kepada Allah dan bersandar kepada-Nya, baik pada waktu sehat atau sakit, pada waktu susah atau senang, pada waktu hidup dan menghadapi maut. Kekuatan tauhid sanggup berhadapan dengan segala tantangan yang datang dari syahwat, nafsu, setan dan dunia. Orang hidup yang tidak mempunyai pegangan tauhid, bagaikan sebuah kapal yang tidak berkemudi, terapung-apung dan terombang-ambing di tengah lautan mengikuti pukulan ombak dan badai, sebentar ke kanan sebentar ke kiri, tidak tentu arahnya, yang akhirnya terbentur batu karang, lalu hancur dan terbenam ke dasar laut. Na’udzubillahi min dzalik
Ketika sang bayi dilahirkan ke dunia, menangis ia, karena ia sekarang berada di dalam alam dunia yang rendah dan hina. Dan ini sesuai dengan sifat jasad yang rendah dan hina. Menjaga kefitrahan (tauhid) di dunia tidaklah mudah, karena jalan menuju surga penuh dengan duri dan rintangan, sedangkan jalan menuju neraka penuh dengan kesenangan dan kenikmatan. Sebagaimana sabda Nabi saw:
اَلدُّنْيَا سِجْنٌ لِلْمُؤْمِنِ وَ جَنَّةٌ لِلْكَافِرِ  (Dunia adalah penjara bagi orang mu’min dan surga bagi orang kafir).
Oleh sebab itu, Para ‘Arif Billah (orang yang benar pengenalannya kepada Allah) menegaskan bahwa hakikat sesungguhnya manusia adalah rohaninya. Ia adalah muara segala kebajikan. Kebahagiaan jasadi atau jasmani sangat tergantung pada kebahagiaan rohani. Sedang, kebahagiaan rohani tidak terikat pada wujud jasmani manusia. Sebagai inti hidup, rohani harus ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi. Semakin tinggi rohani diletakkan, kedudukan manusia akan semakin agung. Jika rohani berada pada tempat rendah, hina pulalah hidup manusia. Fitrah rohani adalah kemuliaan, jasmani pada kerendahan. Badan yang tidak memiliki rohani tinggi, akan selalu menuntut pemenuhan kebutuhan-kebutuhan rendah hewani. Rohani hendaknya dibebaskan dari ikatan keinginan hewani, yaitu kecintaan pada pemenuhan syahwat dan keduniaan. Hati manusia yang terpenuhi dengan cinta pada dunia, akan melahirkan kegelisahan dan kebimbangan yang tidak berujung. Hati adalah cerminan ruh. Kebutuhan ruh akan cinta bukan untuk dipenuhi dengan kesibukan pada dunia. Ia harus bersih.
Allah SWT berfirman : “Wama kholaqtul jinna wal insa illa liya’budun” (dan tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembahku). Dari ayat ini jelaslah bahwa kehadiran manusia di dunia ini hanya mempunyai satu tujuan yaitu untuk beribadah atau menyembah Allah SWT. Oleh karena itu, segala aktivitas kegiatan manusia di dunia ini harus bernilai ibadah (diniatkan ibadah). Maka jangan sampai keluar dari tujuan ini, atau mempunyai tujuan yang bercabang selain daripada ibadah kepada Allah SWT. Seorang pekerja ketika ia ingin bekerja harus diniatkan ibadah, bahkan orang yang ingin tidurpun harus meniatkan tidurnya itu ibadah.
Ibadah yang kita laksanakan tersebut haruslah sesuai dengan perintah Allah dan ajaran Rasul-Nya. Bagaimana cara melaksanakan ibadah yang benar, dan harus diketahui pula jenis-jenis hukum seperti wajib, sunat, mubah, makruh, haram, halal, sah dan batal dalam ibadah. Untuk mengetahui itu semua, sangat diperlukan suatu disiplin ilmu yang bernama ilmu fikih.

Namun demikian, meskipun ibadah yang kita laksanakan sudah sesuai dengan ilmu fikih, mungkin saja ibadah yang kita lakukan itu tidak bernilai (berharga) di sisi Allah. Ibadah tersebut tidak bernilai di antara disebabkan karena orang yang beribadah tersebut terserang suatu penyakit yang dinamakan “Syirik Khofi” (Syirik yang tersembunyi) dikatakan tersembunyi karena ia terletak di dalam hati, yang tidak dapat diketahui oleh panca indra, sehingga yang mengetahui hal itu hanya Allah SWT dan orang tersebut.
Di antara hal-hal yang tergolong ke dalam syirik khofi ini adalah:
1.   Riya dan sum’ah, ialah sikap hati seseorang yang ingin agar orang lain memperhatikan amal ibadahnya dan memujinya karena amal ibadah yang dilakukannya. Sehingga dari sikap hati yang demikian, nyatalah bahwa ada suatu tujuan yang lain daripada Allah SWT.
2.   Ujub, ialah sikap hati seseorang yang merasa bangga (hebat) terhadap dirinya sendiri karena bagus dan banyak amal ibadahnya. Perasaan tersebut muncul karena ia merasa bahwa ia ibadah yang dilakukannya itu adalah karena kemampuannya sendiri.
3.   Takabur atau sombong, ialah sikap seseorang yang merasa bahwa dirinya lebih mulia, dan lebih segalanya dari orang lain.
Agar seseorang terhindar dari  Amrotul Qulub (penyakit-penyakit hati) ini, maka tidak ada jalan lain  kecuali harus mempelajari suatu disiplin ilmu yang bernama ilmu tasauf. Ilmu Tasauf adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana kita membersihkan hati dari sifat-sifat tercela (mazmumah) atau disebut dengan takhalli, kemudian mengisinya dengan sifat-sifat terpuji (mahmudah) yang disebut tahalli, dengan hati yang bersih karena berisi sifat-sifat mahmudah, maka akan sampai pada suatu tingkatan yang disebut tajalli. Tajalli adalah terbukanya tabir yang menghalangi hamba dengan-Nya sehingga hamba menyaksikan tanda-tanda kekuasaan dan keagungan-Nya. Istilah lain yang memiliki kedekatan arti dengan tajalli adalah ma’rifah, mukasyafah, dan musyahadah. Semua itu menunjuk pada keadaan di mana terbuka tabir (kasyful-hijab) yang menghalangi hamba dengan Allah SWT.

Wallahu a'lam bish-shawab.


Bagikan ke

0 Response to "Ibadah Sebagai Tupoksi Hidup"

Post a Comment

About Me

My photo
Melak, Kalimantan Timur, Indonesia
Assalamu'alaikum wr. wb. Saya berharap kehadiran blog ini dapat bermanfaat bagi kaum muslimin demi tegaknya Islam di muka bumi. Amin...

Follow Me on