"Bismillahirrahmanirrahim"

"Bismillahirrahmanirrahim"

Memandang Wajah Allah

Allah SWT berkehendak memperlihatkan wajah-Nya yang mulia kepada Adam sebagai pelengkap dan penyempurna kenikmatan yang telah diberikan-Nya kepada Adam. Namun, harga yang harus dibayar untuk mendapatkan anugerah melihat wajah Allah SWT adalah ketaatan kepada Allah. Untuk membuktikan ketaatan itu, Allah SWT memberikan cobaan kepada Adam dan istrinya. Jika keduanya bersabar menanggung cobaan itu dan taat kepada Allah SWT dalam menerima perintah dan larangan-Nya, maka saat itulah keduanya mencapai kemenangan, dan hadiah yang diterima amat besar serta tidak terhingga, yaitu anugerah “memandang wajah Allah”, yang merupakan kekayaan yang sempurna. 
Allah SWT telah memberikan Adam dan istrinya kebebasan untuk berkehendak dan untuk bergerak secara bebas di surga, seperti diungkapkan dalam firman Allah: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, …” (QS. Al-Baqarah: 35) Namun, setelah memberikan kebebasan melakukan pilihan itu, Allah SWT selanjutnya memberikan larangan kepada keduanya agar tidak memakan satu jenis buah dari pohon tertentu, dan tidak mendekatinya. “… Dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 35) 
Larangan untuk mendekati pohon itu adalah bagian dari kebebasan memilih yang diberikan kepada Adam dan istrinya. Keduanya dapat menaati larangan itu dan dapat pula melanggarnya. Tentunya diiringi dengan konsekuensi yang harus ditanggung sesuai dengan pilihan yang dilakukan itu. Saat keduanya melanggar larangan itu, dengan mendekati pohon itu, bahkan memakan buahnya, maka secara otomatis keduanya menjadi orang yang menzalimi dirinya sendiri, berlaku maksiat kepada Tuhannya. Konsekuensi dari ketidaktaatan tersebut ialah dikeluarkannya Adam dan istrinya dari surga dan diturunkan ke bumi. Dengan dikeluarkan keduanya dari surga, maka terhalanglah bagi Adam dan istrinya untuk memandang wajah Allah SWT pada saat itu. Akan tetapi, Allah SWT masih memberikan kesempatan bagi Adam dan istrinya untuk memperoleh anugerah tersebut pada masa yang akan datang. 
 
Allah SWT mempunyai kehendak lain dengan diturunkannya Adam dan istrinya ke bumi, yaitu sebagai khalifahnya (pengganti) di muka bumi. Sebagaimana firmannya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS. A-Baqarah: 30) Allah SWT telah menetapkan tugas yang harus dijalankan oleh Adam dan istrinya untuk menyambung mata rantai keturunan manusia, yaitu Adam bertugas menyemaikan bibit, kemudian istrinya membuahkan hasilnya. Kedua makhluk ini bekerja sama untuk melahirkan “Adam-Adam baru” dan “Hawa-Hawa baru” yang tidak terhingga jumlahnya. Bilangan manusia yang amat banyak itu, juga dikehendaki oleh Allah SWT untuk memandang wajah-Nya Yang Mahamulia. Oleh karena itu, seluruh anak Adam ini juga harus menerima cobaan dan ujian; jika mereka bersabar dan taat kepada perintah dan larangan Allah, maka mereka pun menjadi orang-orang yang mendapatkan kemenangan, dan hadiah yang mereka dapatkan adalah anugerah memandang wajah Allah SWT. 

Mereka hidup dalam jangka waktu tertentu untuk kemudian meninggal pada saatnya masing-masing, sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Sehingga, mereka dapat menyambung kehidupan umat manusia secara estafet hingga datang hari kiamat. Pada hari kiamat itulah, seluruh anak Adam menemui kematiannya. Hingga kemudian Allah SWT membangkitkan mereka semuanya, untuk selanjutnya menimbang segala amal perbuatan yang telah mereka lakukan selama hidupnya. Siapa yang taat kepada Allah SWT selama masa hidupnya, maka ia menjadi orang yang menang, yaitu mendapatkan anugerah memandang wajah Allah SWT.
 
Dengan demikian, pemberian anugerah memandang wajah Allah SWT ditunda hingga datangnya hari kebangkitan, perhitungan amal perbuatan, dan setelah diketahui siapa penghuni surga dan siapa penghuni neraka. Sehingga, dapat dibedakan antara orang yang taat kepada Allah SWT dan orang yang telah berbuat maksiat terhadap-Nya. 
Menurut Ahlussunnah wal Jamaah, Allah akan dapat dilihat oleh hamba-hamba yang saleh kelak di dalam surga, sebagaimana yang diterangkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman:
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23) Dalam surat Yunus ayat 26, Allah berfirman: “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya.” Menurut Tafsir Jalalain, bahwa yang dimaksud dengan “tambahan” ialah melihat Tuhan dengan mata kepala, sesuai dengan beberapa hadis Nabi. 
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian senyata-nyatanya.” (HR. Bukhari) Dalam hadis lain disebutkan, “Sesungguhnya telah bertanya beberapa orang: ‘Hai Rasulullah, apakah dapat kita melihat Tuhan di akhirat? Maka beliau menjawab: ‘Apakah kalian terhalang melihat matahari saat tidak tertutup awan? Mereka menjawab: ‘Tiidak ya Rasulullah.” Beliau berkata: ‘sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian dengan jelas seperti itu.” (HR. Bukhari dan Muslim) 
Demikian pula Rasulullah saw berkata: “Apabila telah masuk ahli surga ke dalam surga, berkata Allah kepada mereka: ‘Apakah kalian menghendaki sesuatu supaya Aku tambah bagi kalian? Mereka menjawab: ‘Apalah lagi, Engkau telah memutihkan wajah kami dan Engkau sudah memasukkan kami ke surga dan membebaskan kami dari neraka? Maka, Tuhan membuka hijab (dinding), tidak ada nikmat yang lebih mereka senangi dari memandang Tuhan mereka.” (HR. Muslim) 
Imam Malik menjelaskan ayat “Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka.” (QS. Muthaffifin: 15) bahwa ketika Tuhan terdinding dari orang-orang kafir, maka Ia memperlihatkan diri-Nya kepada hamba-hambanya yang saleh. Seandainya Tuhan tidak dapat dilihat oleh orang saleh, tentulah Tuhan tidak menghinakan orang kafir yang terdinding dari Tuhannya. Demikian pula, Allah SWT menggambarkan penghormatan (tahiyat) ahli surga ketika bertemu Tuhannya: “Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang mukmin itu) pada hari mereka menemui-Nya ialah: Salam; dan Dia menyediakan pahala yang mulia bagi mereka.” (QS. Al-Ahzab: 44) 
Adapun bagaimana cara manusia melihat Tuhan dalam surga itu, sebaiknya diserahkan kepada Tuhan bagaimana caranya. Namun, orang yang beriman wajib yakin bahwa Tuhan dapat dilihat kelak di dalam surga dengan mata kepala dengan jelas dan terang.
 
Baca lebih lengkap kitab Al-Faqru wal Ghina fil Qur’an al-Karim karangan Muhammad Bahauddin al-Qubbani, dan kitab I’tiqad Ahlissunnah wal Jama’ah karangan KH. Sirajuddin Abbas.


Bagikan ke

0 Response to "Memandang Wajah Allah"

Post a Comment

About Me

My photo
Melak, Kalimantan Timur, Indonesia
Assalamu'alaikum wr. wb. Saya berharap kehadiran blog ini dapat bermanfaat bagi kaum muslimin demi tegaknya Islam di muka bumi. Amin...

Follow Me on